Sabtu, 21 November 2009

Landasan dan Prinsip Politik Luar Negeri Indonesia

oleh: Putri Dwi Arlin


Landasan dan Prinsip Politik Luar Negeri Indonesia

Sebagai negara yang berdaulat dan berhubungan dengan negara-negara lain, Indonesia pasti memiliki kebijakan yang mengatur hubungannya dengan dunia internasional. Kebijakan luar negeri yang dimiliki Indonesia merupakan bagian dari politik luar negeri yang di dalamnya bertujuan untuk mencapai kepentingan nasional. Politik luar negeri yang dimiliki Indonesia, berkembang sesuai dengan kebutuhan dalam negeri dan situasi internasional.

Politik luar negeri Indonesia memiliki dua landasan dasar, yaitu landasan Konstitusional dan landasan Idiil. Landasan konstitusinal politik luar negeri Indonesia adalah Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). UUD 1945 yang memuat dasar-dasar kepentingan nasional negara Indonesia memberikan garis-garis besar dalam penentuan kebijakan politik luar negeri Indonesia. Maka dapat dikatakan bahwa politik luar negeri Indonesia merupakan salah satu upaya untuk mencapai kepentingan nasional Indonesia, yang termuat dalam UUD 1945. Landasan yang kedua adalah landasan Idiil. Landasan Idiil dalam politik luar negeri Indonesia adalah dasar negara kita yaitu Pancasila. Wakil Presiden pertama kita, Drs. Mohammad Hatta mengatakan bahwa Pancasila merupakan salah satu faktor yang membentuk politik luar negeri Indonesia dan merupakan faktor obyektif karena Pancasila sebagai falsafah yang mengikat seluruh bangsa Indonesia. Mengapa Pancasila merupakan landasan Idiil bagi politik luar negeri Indonesia? Karena seluruh isi dari Pancasila merupakan pedoman dasar yang ideal bagi pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara serta mencakup seluruh sendi kehidupan manusia. Maka dari itu, tidak ada satupun orang yang dapat menjalankan suatu politik negara yang menyimpang dari Pancasila.

Dalam setiap periode pemerintahan, selalu menetapkan landasan operasional politik luar negeri Indonesia yang senantiasa berubah sesuai dengan kepentingan nasional dan kondisi negara saat itu agar prinsip bebas aktif dapat dioperasionalisasikan dalam politik luar negeri Indonesia. Pada masa orde lama, landasan operasional politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif sebagian besar dinyatakan maklumat dan pidato Presiden Soekarno. Maklumat Politik Pemerintahan dikeluarkan pada tanggal 1 November 1945 yang memuat prinsip politik luar negeri Indonesia diantaranya yaitu kebijakan hidup bertetangga baik dengan negara-negara di kawasan, kebijakan tidak turut campur tangan dalam urusan domestik negara lain dan selalu mengacu pada piagam PBB dalam melakukan hubungan dengan negara lain.

Pada tahun 1950-an, landasan operasional dari politik bebas aktif mengalami perluasan makna. Maksudnya adalah kita harus benar-benar mencerminkan politik luar negeri bebas aktif kita di segala arah dalam hubungan luar negeri. Seperti yang dikatakan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1960 dalam pidatonya yang berjudul “Jalan Revolusi Kita” atau yang biasa disingkat “Jarek” bahwa “Pendirian kita yang bebas aktif itu secara aktif pula harus dicerminkan dalam hubungan ekonomi dengan luar negeri, agar tidak berat sebelah ke barat atau ke timur”. Presiden Soekarno menyatakan inti dari politik luar negeri Indonesia dan sekaligus merupakan gari-garis besar politik luar negeri Indonesia dalam “Perincian Pedoman Manifesto Politik Republik Indonesia” dengan keputusan Dewan Pertimbangan Agung pada tanggal 19 Januari 1961 yang berisi tentang sifat politik luar negeri bebas aktif, anti-imperialisme dan kolonialisme dan memilki tujuan yaitu :

© Mengabdi pada perjuangan untuk kemerdekaan nasional Indonesia

© Mengabdi pada perjuangan untuk kemerdekaan nasional dari seluruh bangsa di dunia

© Mengabdi pada perjuangan untuk membela perdamaian dunia

Landasan operasional politik luar negeri Indonesia semakin dipertegas pada masa pemerintahan Orde Baru dengan beberapa aturan formal, antara lain:

© Ketetapan MPRS No. XII/MPRS/1966 tanggal 5 Juli 1996 tentang Penegasan Kembali Landasan Kebijaksanaan Politik Luar Negeri Indonesia

© Ketetapan MPR tanggal 22 Maret 1973

© Petunjuk Presiden 11 April 1973 sebagai rincian ketetapan MPR di atas yang menjabarkan berbagai usaha yang perlu dilakukan dalam melaksanakan prinsip bebas aktif

© Petunjuk bulanan Presiden sebagai Ketua Dewan Stabilitas Politik dan Keamanan

© Keputusan-Keputusan Menteri Luar Negeri

Landasan operasional poltik luar negeri Indonesia juga dituangkan dalam TAP MPR tentang GBHN yang pada intinya mengatakan bahwa dalam bidang politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif diusahakan agar Indonesia dapat terus meningkatkan peranannya dalam memberikan sumbangannya untuk turut serta menciptakan perdamaian dunia yang abadi, adil dan sejahtera. Konsep anti-kolonialisme dan anti-imperialisme yang dibuat Soekarno sudah tidak lagi muncul. Sosok politik luar negeri Indonesia juga lebih difokuskan pada upaya pembangunan bidang ekonomi dan peningkatan kerjasama dengan dunia internasional. Perbedaan ini terjadi seiring dengan pergantian rezim dari Soekarno ke Soeharto.

Pada masa Pasca-Orde Baru, pemerintah mengoperasionalkan politik luar negeri Indonesia melalui

© Ketetapan MPR No. IV/MPR/1999 tanggal 19 Oktober 1999 tentang GBHN dalam rangka mewujudkan tujuan nasional periode 1999-2004

© UU No.37 tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri

© UU No.24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional

© Perubahan UUD 1945

Sebagaimana yang kita tahu, politik luar negeri Indonesia adalah politik luar negeri bebas aktif. Politik luar negeri yang bebas aktif mengandung dua unsur yang fundamental, yaitu “Bebas” dan “Aktif”. Bung Hatta mengatakan dalam bukunya yang berjudul “Mendayung Antara Dua Karang” bahwa dalam konteks kondisi pertentangan antara dua blok, politik “Bebas” berarti Indonesia tidak berada dalam kedua blok dan memiliki jalannya sendiri dalam mengatasi persoalan internasional. Sedangkan “Aktif” berarti upaya untuk bekerja lebih giat guna menjaga perdamaian dan meredakan ketegangan. Bebas juga berarti menunjukan tingginya nasionalisme dan menolak keterlibatan atau ketergantungan dengan pihak luar yang dapat mengurangi kedaulatan Indonesia. Politik luar negeri Indonesia sering disebut “netral”. Ini lebih didasarkan atas pertimbangan untuk memperkukuh dan memperjuangkan perdamaian. Prinsip Bebas Aktif yang dianut Indonesia ini menunjukan bahwa Indonesia tidak ingin mengikat diri dalam satu blok. Istilah ini dikenal dengan non-alignment policy. Prinsip inilah yang akhirnya mendorong terselenggaranya Konferensi Asia Afrika (KAA) pada 1955 di Bandung, karena beberapa negara di Asia dan Afrika juga menganut politik luar negeri yang prisipnya hampir sama dengan dengan negara kita.

Sourcess:

Bab II Landasan dan Prinsip Politik Luar Negeri Indonesia oleh Athiqah Nur Alami

Artikel Sejarah Asal Mula Rumusan Haluan Politik Luar Negeri Bebas Aktif oleh

Litbang Deplu & UGM Yogyakarta. 1988.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar