Pada zaman dahulu, ketika manusia masih hidup dengan berpindah-pindah dan mencari makan dengan berburu, semua dilakukan secara bekerjasama dan bergotong-royong untuk mendapatkan makanan buruan. Ini disebut sebagai geopolitik pre-modern. Kemudian, mereka mulai hidup menetap (nomaden) dan memenuhi kebutuhan makanan dengan berburu serta ditambah dengan bercocok tanam. Lalu, mereka mulai mengakui tanah tempat tinggal dan area bercocok tanam serta berburu tersebut sebagai daerah milik mereka dan hanya mereka yang boleh menempati maupun memanfaatkannya. Ini dilakukan semata-mata karena keinginan untuk melindungi daerah pangan dan menjaganya agar mereka bisa tetap hidup dengan makanan hasil bercocok tanam dan berburu tersebut. Kemudian, dunia mulai berkembang dan muncullah negara-kota berupa kerajaan-kerajaan. Besarnya kekuatan suatu kerajaan pada zaman dahulu, dilihat dari luasnya daerah kekuasaannya. Ini disebut semangat Lebensraum, yaitu keinginan untuk memperluas daerah atau wilayah kekuasaan. Semangat Lebensraum memang sangat tinggi dan dilakukan oleh negara-negara atau pada zaman dahulu disebut kerajaan dalam upaya pelebaran dan perluasan kekuasaan. Pelebaran tersebut dilakukan melalui jalur ekspansi pada masa kerajaan-kerajaan romawi kuno di Eropa. Perang ataupun negosiasi dilancarkan pada kota-kota kecil disekitarnya untuk tunduk pada kerajaan yang berkuasa. Proses ini dinamakan geopolitik modern dimana manusia dapat mengontrol alam guna mendapatkan kebutuhannya. Dilanjutkan dengan dimulainya imperialisme dan kolonialisme oleh negara-negara Eropa ke negara-negara yang memiliki sumber daya yang kaya di kawasan selatan seperi Asia. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan bahan pangan termasuk rempah-rempah serta membuka pasar untuk perdagangan.
Semakin kesini, geopolitik mulai berkembang dan tidak lagi menempatkan ruang atau wilayah fisik sebagai faktor utama penguasaan power. Bukan lagi jaminan suatu negara yang memiliki wilayah yang luas akan mendapat gelar major power. Space atau ruang dimasa kini lebih kearah penguasaan teknologi dan informasi. Tidak lagi menitik beratkan pada wilayah fisik seperti pada masa geopolitik modern. Ini disebut dengan geopolitik post-modern. Di masa era kekinian, penguasaan pada bidang teknologi dan informasi serta ekonomi lebih dinomorsatukan karena dirasa lebih efektif daripada hanya penguasaan secara fisik saja. Teknologi yang tinggi dan kekuatan mengakses infomasi lewat kecanggihan tersebut, sangat diperlukan untuk dapat memahami berbagai macam karakter wilayah di dunia. Baik secara geografi, politik, ekonomi, sosial maupun budaya.
Itulah kemudian yang memunculkan geostrategi dan geoekonomi sebagai anak turunan dari geopolitik. Geostrategi merupakan strategi dari suatu negara untuk mencapai nasional interest dengan memanfaatkan kondisi geografi. Strategi tersebut juga diterapkan dalam bidang ekonomi, kemudian dinamakan geoekonomi. Cerita pergulatan ekonomi dalam geoekonomi ini berawal ketika terjadi peningkatan industrialisasi di kawasan Eropa yang kemudian mengawali munculnya kolonialisme dan imperialisme yang dilakukan oleh Spanyol dan Portugis pada tahun 1500-an. Begitu pula dengan Amerika yang sangat konsen pada pengembangan pertambangan emas dan perak serta mengembangkan pasar seluas-luasnya dan mencari bahan mentah sebanyak-banyaknya yang akhirnya juga ikut berpartisipasi dalam kegiatan kolonialisme di negara-negara kawasan Asia dan Afrika. Persaingan ekonomi semakin panas dengan munculnya Inggris sebagai pengembang produksi industri batubara, kapas dan besi. Negara-negara tersebut, saat itu dapat dikatakan sebagai negara core dan negara yang terkena penjajahan disebut negara periphery.
Kemajuan di bidang informasi dan teknologi masa kini semakin dilancarkan oleh negara-negara di abad ke-21. Hal ini dilakukan karena mereka menyadari bahwa penguasaan atas wilayah atau tanah bukan lagi hal yang relevan untuk dilakukan pada abad ini. Penguasaan terhadap Cyber Space akan memberikan keuntungan yang lebih karena dapat mengakses segala informasi mengenai negara lain. Dengan begitu akan dapat dengan mudah untuk menguasai negara tersebut melalui jalur soft power dan bukan lagi hard power seperti dulu. Pemahaman akan kondisi wilayah atau geografi, politik, ekonomi, sosial maupun budaya dapat dengan mudah diakses melalui alat yang berteknologi tinggi yang dimiliki oleh negara-negara maju. Kemudahan tersebut akan memberikan keuntungan pada negara tersebut untuk menguasai negara lainnya. Perekonomian negara lawan pun juga dapat dikuasai melalui pengetahuan geografi, sosial dan kultur yang kemudian ditempatkan sebagai dasar pembangunan perusahaan ataupun MNC dan TNC. Maka dari itu tidak heran jika negara-negara yang memiliki kecanggihan teknologi yang tinggi, seperti Amerika, dapat menjadi negara super power di era abad ke-20 hingga abad ke-21 atau bahkan mungkin di masa depan.
Kemudahan mendapatkan informasi melalu teknologi canggih, dapat digunakan oleh suatu negara untuk memformulasikan kebijakan luar negerinya. Geopolitik post-modern ini lebih kearah kerjasama antar negara meskipun tetap akan ada konflik yang mengiringi perjalannya. Melalu jalur soft power tersebut, suatu negara dapat menguasai dan mempengaruhi negara lain agar menuruti aturan main mereka demi tercapainya nasional interest sepihak. Banyak ilmuan yang menganggap hal ini sebagai neo-kolonialisme. Kolonialisme dalam bentuk baru yang halus dan tidak secara fisik. Ini diprediksi juga akan tetap menjadi acuan dalam geopolitik di masa yang akan datang.
Menurut saya, geopolitik masa kini sudah tidak lagi berfokus pada penguasaan fisik, melainkan penuasaan secara informasi, ekonomi dan budaya. Secara tidak sadar, perekonomian kita (Indonesia) sebagian besar suda dikuasai oleh pasar asing seperti Amerika, China dan Jepang. Ini semua dapat terjadi karena negara-negara tersebut melakukan research and developing perusahaannya di negara ini dengan memanfaatkan sumber-sumber informasi mengenai Indonesia. Dapat dilihat dari tingkat penjualan kendaraan bermotor dan elektronik merk Cina dan Jepang serta barang fashion dari Amerika dan kawasan Eropa. Budaya Amerika sudah menjadi trend di Indonesia yang kemudian disebut sebagai westernisasi.
Sources:
Griffiths, Marin and Terry O’Callaghan. 2002. International Relations The Key Concept.
Perwita, Anak Agung B dan Yanyan M.Y. 2006. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional.
Bandung: Rosda
Tuathail , Gearóid Ó .,2000,’The Postmodern Geopolitical Condition: States, Statecraft, and
Security at the Millennium. pdf’, Annals of the Association of American Geographers,
Vol. 90, No. 1, pp. 166-178,Virginia:Taylor & Francis, Ltd.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar