Rabu, 28 April 2010

Realism and Neorealism

Kata realisme, apabila diartikan secara hafiah merupakan kepatuhan kepada fakta, kepada apa yang tampak dan terjadi, bukan kepada yang diharapkan atau diinginkan. Asumsi dasar manusia dari kaum realis adalah pandangan pesimis atas sifat manusia. Manusia dinilai memiliki karakter selalu takut akan kekalahan dirinya dalam hal persaingan dan selalu ingin menang. Mereka tidak ingin keuntungan dan kepentingannya diambil oleh orang lain. Mereka akan melakukan apapun demi mencapai posisi sebagai yang terkuat. Sehingga, menimbulkan keinginan untuk mencegah keberhasilan pihak yang lain dan mengambil alih keuntungannya. Pandangan pesimis atas sifat manusia ini dijelaskan dengan lugas oleh Hans Morgenthau yang merupakan pemikir realis terkemuka pada abad keduapuluh. Menurutnya, baik pria maupun wanita sama-sama memiliki keinginan untuk berkuasa. Morgenthau mengatakan bahwa politik adalah perjuangan dalam memperoleh kekuasaan atas manusia dan apapun tujuan akhirnya, kekuasaan merupakan tujuan utama dan cara memperoleh, memelihara serta menunjukan kekuasaan tersebut menentukan teknik tindakan politik. Menurut kaum realis, perhatian utama dari aktivitas politik adalah tujuan kekuasaan, alat kekuasaan dan penggunaan kekuasaan. Disini, politik internasional diibaratkan sebagai politik kekuasaan yang merupakan arena persaingan, konflik dan perang antar negara-negara dalam mempertahankan kepentingan nasional dan dalam menjamin kelangsungan hidup negaranya secara terus menerus.
Hal diatas, menunjukan bahwa asumsi dasar realis menganggap politik dunia berkembang dalam kehidupan internasional yang anarki, yaitu sistem tanpa adanya kekuasaan yang berlebihan serta tidak ada yang namanya pemerintahan dunia. Negara adalah aktor utama dalam politik dunia, karena hubungan internasional khususnya merupakan hubungan antar negara-negara. Aktor lain dalam politik dunia seperti aktor-aktor individu, organisasi internasional atau LSM dianggap kurang penting sebab inti terpenting kebijakan luar negari adalah untuk membentuk dan mempertahankan kepentingan negara dalam politik dunia. Tetapi negara yang PALING penting adalah negara-negara yang memiliki power besar. Kaum ini juga pesismis terhadap kemajuan dalam politik internasional akan terjadi seperti halnya kemajuan dalam politik domestik. Realis beranggapan bahwa hubungan internasional pada dasarnya konfliktual dan akhirnya pun akan diselesaikan dengan perang.
Keamanan nasional dan kelangsungan hidup negara merupakan hal penting yang harus dijaga dengan sebaik-baiknya menurut kaum realis, dan merupakan nilai penggerak doktrin serta kebijakan luar negeri kaum ini. Negara dipandang sangat penting bagi pemimpin dan pelindung warga negaranya demi mencapai kepentingan nasional. Itulah sebabnya mengapa kepentingan nasional merupakan kunci dalam menentukan kebijakan luar negeri. Perjanjian atau peraturan internasional akan menjadi nomor dua ketika hal tersebut bertabrakan dengan kepentingan nasional. Menurut Machiavelli, satu-satunya tanggung jawab mendasar saorang warga negara ialah meningkatkan dan mempertahankan kepentingan nasional.
Disamping mementingkan hal-hal diatas, kaum realis juga peduli pada stabilitas serta ketertiban internasional. Kepentingan nasional terhadap negara lain tidak akan mampu dicapai dengan baik jika stabilitas internasional tidak terjaga. Oleh karena itu mereka menekankan pula pada perimbangan kekuatan agar menuju pada kepemimpinan yang bertanggung jawab. Jadi tidak hanya megambil keuntungan dan kepentingan saja, tetapi juga harus bertanggung jawab. Jika tidak bertanggung jawab, bagaimana kita dapat mencapai hasil yang maksimal?. Itu semua akan menegakkan nilai-nilai dasar keamanan dan perdamaian.
Teori Neorealisme lebih fokus pada struktur sistem, pada unit-unitnya yang berinteraksi dan pada kesinambungan serta perubahan sistem. Fokus analisis utamanya adalah struktur sistem dan aktor menjadi kurang begitu penting karena strukturlah yang menjadikan mereka bertindak dengan cara yang telah ditentukan. Kenneth Waltz adalah kaum neorealis yang terkemuka, menurut beliau struktur suatu sistem akan berubah seiring dengan perubahan unit-unit dari sistem tersebut. Maka, perubahan internasional terjadi apabila negara-negara yang memiliki power besar muncul ataupun runtuh yang kemudian akan membuat terjadinya pergeseran dalam perimbangan kekuatan. Perubahan tersebut akan muncul bila terjadi perang antar negara yang berkekuatan besar. Dalam hal menjaga perdamaian dan keamanan, Waltz yakin sistem bipolar adalah kuncinya dibandingkan dengan sistem multipolar. Perang dingin merupakan periode stabilitas dan perdamaian internasional. Dengan menjaga stabilitas sistem yang ada, itu berarti mereka menjaga kelangsungan negara mereka sendiri. Sistem bipolar mengurangi kemungkinan perang antara negara-negara berkekuatan besar karena jumlahnya lebih sedikit. Dengan sedikitnya jumlah negara yang berkekuatan besar, maka akan lebih mudah menjalankan sistem penangkalan terhadap konflik. Dikarenakan hanya ada dua negara yang mendominasi, akan memperkecil kesempatan salah dalam perhitungan dan bertindak.
Meskipun pada awalnya kaum realis sangat pesimis pada sifat manusia yang cenderung anarki dan tidak mau kalah, tetapi mereka sebenarya juga menginginkan terciptanya stabilitas dan keamanan internasional yang sangat diidamkan oleh seluruh dunia. Karena, apabila tidak tercipta stabilitas internasional, maka akan memperlambat jalanya suatu negara untuk mencapai kepentingan nasionalnya baik melalui otonomi maupun lewat kerjasama dengan negara lain. Intinya, perdamaian dan stabilitas dibutuhkan demi lancarnya sistem internasional agar kebutuhan negara-negara dapat terpenuhi.

Sources:

Sorensen, George and Robert Jackson. Introduction to International Relations. New
York: Oxford University Press

Partanto, Pius A, M Dahlan Al Barry. 1994. Kamus Ilmiah Popoler. Surabaya: Penerbit
Arkola

Griffiths, Marin and Terry O’Callaghan. 2002. International Relations The Key Concept.
New York: Routledge

Tidak ada komentar:

Posting Komentar